ARTICLE AD BOX
Indonesia disebut menjadi tujuan utama investasi hijau Cina terutama di sektor nikel, prekursor, dan manufaktur panel surya.
Co-Director Net Zero Industrial Policy Lab Johns Hopkins, Tim Sahay, mengatakan database China Low-Carbon Technology Foreign Direct Investment, Indonesia menempati posisi pertama dalam daftar negara tujuan investasi hijau. Hingga saat ini, perusahaan Cina telah mengucurkan investasi nyaris US$250 miliar alias Rp4.169 triliun (Rp16.680/US$) ke proyek manufaktur hijau global.
“Apakah megaproyek industri hijau ini membawa hasil pembangunan positif alias sekadar menjadikan negara tuan rumah sebagai ‘pulau manufaktur’, tergantung pada kebijakan domestik,” kata, dikutip pada Senin (29/9).
Negara-negara ASEAN menjadi tuan rumah proyek hijau terbanyak, meskipun aliran modal ke Timur Tengah dan Afrika Utara melonjak lebih dari 20%. Negara-negara seperti Malaysia, Brasil, Hungaria, dan Indonesia tetap menarik aliran proyek baru dengan stabil dari Cina.
Dengan persediaan nikel dan kobalt melimpah, Indonesia menjadi pusat produsen material baterai. Perusahaan teknologi seperti Huayou Cobalt, CNGR, dan GEM, telah membangun operasinya di Indonesia. Manufaktur material baterai, merupakan salah satu sektor terbesar dalam shopping teknologi hijau luar negeri Cina. Termasuk proyek 2025, nilai komitmen nan diumumkan melampaui US$62 miliar (Rp1.034 triliun).
Merespons perihal ini, laporan Net Zero Industry Policy Lab mengingatkan negara-negara untuk memanfaatkan kelebihan sumber daya miliknya. Ini misalnya negara dengan mineral kritis dan daya terbarukan melimpah, alias pasar konsumen besar, dapat menempatkan diri pada rantai pasok nan berpusat di Cina. Akan tetapi, kudu memastikan adanya transfer teknologi, perlindungan terhadap lingkungan, dan klausul penambahan nilai lokal.
Sementara itu, Policy Strategist CERAH Naomi Devi Larasati, menggarisbawahi investasi Cina di Indonesia nan tak lepas dari masalah. Selama 2015-2023, Trend Asia mencatat adanya 93 kecelakaan kerja di industri nikel Indonesia. Ini termasuk 21 korban jiwa PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel.
Kemudian, PT Indonesia Huabao Industrial Park dilaporkan menyebabkan pencemaran udara dari PLTU captive yang digunakan. Akibatnya, terjadi lonjakan kasus ISPA, dari 735 kasus pada 2021, menjadi lebih dari 1.100 kasus pada 2023.
“Indonesia perlu memastikan bahwa investasi Cina betul-betul membawa faedah nyata bagi masyarakat, khususnya di sekitar letak industri, bukan hanya untung ekonomi bagi pemerintah pusat,” kata Naomi.
Dirinya menambahkan, faedah nyata ini juga berupa alih teknologi dan keterampilan, kepatuhan perusahaan terhadap standard environmental, social, and governance, serta pembuatan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.