ARTICLE AD BOX
Liputan6.com, Washington D.C - Penjabat kepala badan antariksa Amerika Serikat NASA dilaporkan bakal memberikan pengarahan minggu ini mengenai pembangunan reaktor nuklir di Bulan pada 2030, untuk mendominasi antariksa di tengah meningkatnya persaingan dari China dan Rusia.
Menurut keterangan arsip internal nan diperoleh Politico, NASA membuka kesempatan bagi industri swasta untuk membangun reaktor 100 kilowatt nan bisa memberi daya pada misi jangka panjang di permukaan bulan. Reaktor ini ditujukan untuk mendukung operasi berawak di masa mendatang.
"Ini tentang memenangkan perlombaan antariksa kedua," kata seorang pejabat senior NASA kepada Politico, nan berbincang secara anonim, dikutip dari laman Antara News, Rabu (6/8/2025).
Badan itu mengatakan telah memberi pengarahan untuk memilih pemimpin program dan memulai konsultasi industri dalam waktu 60 hari, kata laporan itu.
NASA berkeinginan meluncurkan reaktor tersebut pada 2030 - di saat nan sama China bakal mendaratkan astronot pertamanya di Bulan.
Badan antariksa tersebut sebelumnya mendanai penelitian untuk reaktor nan lebih mini ialah 40 kilowatt, tetapi rencana baru ini menetapkan jangka waktu nan lebih ambisius.
Dokumen tersebut juga memperingatkan bahwa negara pertama nan membangun reaktor dapat mendeklarasikan area eksklusif di bulan, nan berpotensi membatasi akses bagi negara lain.
Namun, mengingat usulan pemotongan anggaran NASA oleh pemerintahan Trump hingga nyaris seperempatnya, dari 24,8 miliar dolar AS (sekitar Rp406,3 triliun) menjadi 18,8 miliar (Rp308,2 triliun) – buletin ini menimbulkan pertanyaan tentang gimana proyek nuklir ini bakal didanai, dan jika didanai, berapa banyak biaya nan tersisa untuk pengetahuan antariksa nan lebih tradisional.