ARTICLE AD BOX
Harga saham emiten Grup Lippo PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) melonjak 750% sepanjang tahun ini hingga menyentuh Rp 157.225. Akibat lonjakan nilai saham ini, Bursa Efek Indonesia pun melakukan suspensi alias penghentian perdagangan saham sementara untuk emiten MLPT.
“Sebagai corak perlindungan bagi investor, Bursa Efek Indonesia memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham MLPT di pasar reguler dan pasar tunai,” ujar Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Yulianto Aji Sadono dalam keterangan resmi dikutip Senin (22/9).
Suspensi perdagangan saham MLPT mulai bertindak sejak 19 September 2025 dan bakal dibuka kembali setelah ada pengumuman lebih lanjut dari BEI.
Mengacu info perdagangan BEI, saham MLPT mulai menunjukkan tren kenaikan sejak awal Februari. Harga sahamnya pada 2 Januari 2025 nan mencapai Rp 18.500 melonjak nyaris dua kali lipat menjadi Rp 31.375 pada 5 Februari. Lonjakan terbesar terjadi sejak 8 Agustus, ketika sahamnya menembus Rp 43.000 hingga mencapai level tertinggi sepanjang masa alias all time high (ATH) di Rp 157.225 pada 18 September 2025.
MLPT merupakan anak upaya Grup Lippo nan bergerak di bagian jasa perdagangan umum, industri hingga teknologi informasi. Perseroan menyediakan jasa dan solusi TI komprehensif mulai dari infrastruktur, integrasi sistem, solusi bisnis, managed services hingga pengelolaan data center.
Multipolar Technology juga memperkuat sinergi dengan sejumlah anak usahanya, ialah PT Visionet Data Internasional (VDI) nan konsentrasi pada digital IT managed services, PT Digital Daya Teknologi (DDT) di transformasi digital perbankan, PT Digital Data Venture (DDV) di big info services, serta PT Teknologi Pamadya Analitika (TPA) alias Meditap nan bergerak di prasarana teknologi kesehatan.
Apa Rekomendasi Analis?
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi memandang, lonjakan nilai saham MLPT lebih banyak dipicu aspek spekulatif dan sentimen euforia digital alias data center play yang tengah eksis. Menurutnya, para pelaku pasar menilai MLPT adalah bagian dari narasi prasarana digital nan sedang naik daun. Kenaikan nilai sahamnya pun mirip PT DCI Indonesia Tbk (DCII) beberapa waktu lalu.
“Free float mini dan likuiditas tipis bikin nilai mudah digoreng,” kata Wafi ketika dihubungi Katadata.co.id pada Senin (22/9).
Namun, dia menilai esensial MLPT belum sebanding dengan kenaikan nilai sahamnya. Laba bersih tetap relatif kecil, sedangkan kontribusi upaya digital perseroan tetap dalam tahap awal.
“Saya condong hati-hati. Untuk trading jangka pendek boleh manfaatkan momentum, tetapi untuk pengguna lembaga alias konservatif, saya tidak rekomendasi akumulasi garang lantaran akibat downside tinggi,” kata Wafi.
Menurut dia, saham MLPT saat ini juga belum bisa disejajarkan dengan saham mahal lainnya seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) nan mempunyai diversifikasi nyata dan support grup besar ialah Sinarmas. Ia menilai, MLPT baru bisa mempunyai prospek pertumbuhan berkepanjangan jika bisa membuktikan ekspansi serius di info center dan prasarana digital, seperti kerja sama dengan hyperscaler global.
“Tanpa katalis konkret, saham ini rawan kembali turun. Jadi prospeknya menarik tapi penuh risiko, beda level dengan DCII alias DSSA nan punya support aset dan arus kas lebih kuat,” ujarnya.
Meski mencatatkan kenaikan nilai nan signifikan, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga menilai, saham MLPT tidak direkomendasikan untuk saat ini. “Not rated dulu untuk MLPT,” ujarnya.
Kinerja Keuangan MLPT Sepanjang Semester 1 2025
Merujuk laporan finansial perseroan, MLPT membukukan untung bersih sebesar Rp 104,54 miliar sepanjang semester pertama 2025. Torehan tersebut turun % dibandingkan dengan untung bersih perseroan pada semester pertama tahun 2024 sebesar Rp 239,66 miliar.
Kendati demikian, MLPT mencatatkan kenaikan penjualan bersih dan pendapatan jasa menjadi Rp 1,68 triliun dari Rp 1,63 triliun dalam periode nan sama secara tahunan. Dengan kenaikan pendapatan tersebut, beban pokok penjualan dan jasa MLPT juga meningkat menjadi Rp 1,42 triliun dari Rp 1,37 triliun secara tahunan alias year on year (yoy).
Adapun pendapatan MLPT berasal dari pendapatan jasa teknologi sebesar Rp 732,82 miliar, perangkat keras dan perangkat pendukungnya sebesar Rp 532,19 miliar, IT outsourcing sebesar Rp 308,66 miliar, pendapatan dari perangkat lunak sebesar Rp 85,38 miliar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp 29,95 miliar.